Rabu, 04 Agustus 2010

SPTO Sialan ;(

Badan capek, semangat ga ada, mata ngantuk. Malam itu terasa sangat sepi. Hanya Mbak Kunti dan Mas Gundo yang setia menemaniku dengan suara menyeramkan mereka (Hhhiiiiiii....!!). Aku bergadang dengan Omku, Yansen, di rumahnya yang berada di tengah hutan (pantesan).

Sebelumnya kami mencari jasa travel dari Palangkaraya sampai Banjarmasin. Karena rencananya besok pagi jam sepuluh aku harus ada di bandara Banjarbaru. Apa ya nama bandaranya ?? Aku lupa... Hhhhmmmm... Ya udah, sebut aja bandara Banjarbaru (maklum, otak lemot pentium dua :P).

Nah, lagi asyik-asyiknya mencari jasa travel, tiba-tiba hujan deras turun di atas kepala semua orang, termasuk kami (ya iyalah, masa tembus). Emang nasib lagi apes, tiket jasa travel ga dapat, malah kehujanan. Langsung aja Om Yansen menancap motor (ditancap dimana bo ??) bututnya menuju ke BEM UNPAR yang kebetulan berada di dekat situ.

Sampailah kami di lokasi dengan baju basah kuyup. Aku mengeringkan baju dengan kipas angin yang ada disana (emang bisa ??). Untung aja ada banyak orang disana, sedang rapat mengurus OSPEK untuk mahasiswa baru. Kayaknya rame tuh, sayang banget aku ga diterima di PSPD UNPAR (hiks!!T_T). Malu juga karena banyak orang yang ga kukenal di situ. Tapi kayaknya mereka cuek-cuek aja dengan keberadaanku yang telanjang dada (mana kurus kerempeng lagi). Ya udah, aku cuek juga sama mereka (padahal malu setengah mati, yohohoho).

Setelah hujan reda, barulah kami pergi dari situ. Kembali kami menyisiri, eh, menyusuri jalan kota Palangkaraya mencari jasa travel yang masih tersisa. Tapi jalanan sudah sepi dan toko-toko hampir tidak ada yang buka.

“Baru jam sepuluh kok toko-tokonya udah pada tutup sih... Pada ga pengen rejeki ya??” Ujarku (Aduh mas ngudeng, ini di Kalimantan!! Lo pikir kayak di New York apa, yang toko-tokonya ga pernah tidur??!!).

“Pasrah aja. Besok kita cegat bis aja di tengah jalan menuju terminal Banjarmasin. Trus, cari taksi ke Bandara.” Jawab Om Yansen (Wah, berani amat mencegat bis di tengah jalan. Ga takut ketabrak apa? Atau udah punya ilmu kebal dari Si Mesum dari gua Porno??).
Ya udah deh, sebagai keponakan yang baik dan cakep serta cukup manis, aku nurut aja dengan Omku yang gagah dan sangar serta menakutkan (jangan marah ya Om, yohohoho). Makanya kami bergadang menunggu bis jam tiga pagi. Daripada nganggur, aku ngajak Omku ke warnet yang buka 24 jam. Lumayan, mengurangi kantuk.
Sebelum jam tiga, yah kurang lebih lima belas menit sebelum jam tiga, kami angkat kaki (angkat muka juga) dari warnet menuju ke terminal. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya bis yang ditunggu-tunggu datang juga. Berangkatlah aku sendirian ke menuju terminal Banjarmasin. Om Yansen ga ikut, soalnya dia lagi sibuk ngurus kuliahnya. Sebelum pergi, dia selalu mewanti-wanti supaya aku selalu waspada dengan barang-barangku.
“Ingat Ky lah, Jaga dompet baik-baik. Hp tu juga. Diperiksa selalu setiap waktu. Ingat, kejahatan bukan hanya terjadi karena ada niat dari pelaku, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, WASPADALAH!!” Nasihat Om Yansen layaknya Bang Napi dengan muka yang sama sangarnya.
“SIAP BOS!!”
Walhasil, aku ga ada tidur sama sekali sepanjang perjalanan Palangkaya-Banjarmasin. Aku menjadi curigaan sama setiap orang yang ada. Pikiran jadi parno, sikap selalu waspada. Mataku sengaja kupelototin supaya keliatan sangar (ga ngaruh juga kali).
Sesampainya di terminal Banjarmasin, badanku jadi capek banget. Baru aja keluar dari bis, udah digerombongi para tukang ojek. Serasa artis baru beken aja, dikelilingi paparazzi (pede banget, nyama-nyamain diri dengan artis).
“Ke Bandara Mas??” Tawar salah satu tukang ojek.
Hhhmmm... Aku jadi tertarik. Mana aku juga lagi buru-buru, boleh deh. “Ok deh Mas!” Jawabku spontan (tanpa pikir panjang lagi tuh, malas mikir).
Tiba-tiba dia langsung mengambil tasku dan membawanya pergi. Setelah aku terkejut, langsung kususul Mas Ojek tadi ke markasnya. Ditaruhnya tasku ke atas motornya, kemudian aku disuruhnya naik.
“Berapa Mas ke Bandara??” Ujarku.
“Ntar aja kita bernegosiasi, berdiskusi, dan bersepakat. Sambil jalan aja...” katanya.
Karena aku emang buru-buru, ya udah deh, nurut aja. Pas udah jalan, kutanya lagi “Berapa sih biasanya ke Bandara??”
“Biasanyakah?? Amun Biasanya ke Bandara thu, seratus dua puluh ribu pang. Tapi oleh lawan ikam, ayu ja seratus ribu.” Jawabnya lengkap dengan logat Banjarnya. Ya udah, aku ngikut aja (mpe logat-logatnya juga ngikut, yohohoho).
Ternyata tukang ojeknya punya hobi cerita-cerita (taktiknya para tukang ojek). Sepanjang jalan kenangan, dari terminal Banjarmasin sampai bandara Banjarbaru, kerjaannya cerita-cerita melulu. Dari cerita bagaimana dia dilahirkan, sampai cerita bagaimana dia bisa jadi tukang ojek (Wah, panjang banget tuh. Bisa dijadiin buku biograpi). Tetapi berhubung anginnya deras, hujan rintik-rintik, dan dia juga membawa kayak pembalap di tv-tv, cepet banget, aku ga terlalu dengar apa yang dia ceritakan. Cuman bisa ber“Inggih-inggih”-ria (inggih artinya iya dalam bahasa indonesia).
Berkat cerita ngelantur dari SPTO (Sang Paman Tukang Ojek), sampai ke bandara rasanya cuman sebentar doank. Ada gunanya juga dia cerita walaupun ga jelas gitu. Setelah berpamitan dengan tukang ojek itu dan mengeluarkan selembar senyum presiden, masuklah aku ke bandara Banjarbaru dan mencari-cari Papahku. Yup, aku pergi barengan Papahku (mana berani aku pergi sendirian).
Setelah keliling-keliling di Bandara kayak anak hilang, akhirnya aku nelpon Papahku (dasar lemot, coba dari tadi nelponnya) sambil ngecharge hp di kamar mandi karena ngedrop (ga ada tempat lain ngechargenya?? Yang lebih gaya dikit donk...).
Ternyata Papahku masih di jalan menuju bandara! Di sekitar Binuang katanya. Yah... Bakal sejam lagi baru tiba di bandara. Kuceritain ke Papahku tentang SPTO tadi. Papahku malah ketawa-ketawa. Katanya aku telah kena tipu SPTO tadi. Terminal-Bandara cuman lima puluh ribu doank klo naik ojek katanya.
Yah... Rugi deh!!!