Sabtu, 30 April 2011

Mak, Aku Minta Kawin!!!

Wah, kayaknya akhir-akhir nih yang hangat dibicarakan adalah pernikahan antara si Pangeran William dan Kate Middleton. Pernikahan yang menurutku terlalu digempar-gemparkan atau dilebih-lebihkan. That just a married of a couple humans, not better.

Tapi asyik juga ya klo pernikahan sampai segitu mewahnya. Ribuan media meliput, kue pengantin yang gede, tamu yang bejibun, kostum yang istimewa banget, dll. Gila, asyik banget. Jadi sirik.

Aku jadi pengen cepat nikah. Pastinya sama orang yang tepat, bukan orang yang hanya "cinta sesaat". Aku ngebayangin gimana pernikahanku nanti. Wuih, pokoknya super mewah. Gaunnya super keren, kuenya super istimewa, dan tamunya juga super banyak. Pokoknya, super duper keren (semboyan anak buangan dan anak labil).

Tapi aku lihat kehidupan nyata, dimana pernikahan hanya dianggap sebagai suatu "ritual" untuk memenuhi syarat kehidupan seseorang, atau sebagai media pelonjak popularitas belaka. Tidak jarang pernikahan seperti ini akhirnya diselesaikan dengan perceraian. Hal ini karena pernikahan itu diawali tanpa adanya komitmen. Tanpa adanya niat serius dan niat yang salah.

Pernikahan menurut aku adalah sesuatu yang sangat sakral, yang harus dipikirkan seratus ribu kali untuk melakukannya. Pernikahan bukanlah acara yang berlangsung selama beberapa hari. Pernikahan adalah kehidupan yang dijalani bersama-sama oleh dua orang yang tadinya berbeda namun telah menjadi satu.

Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang diawali dengan komitmen yang tepat antara si calon suami dan calon istri. Sebelum menikah, calon suami harus menerima semua keadaan yang terjadi pada istrinya dan calon istri pun demikian.

Aku bingung bagaimana kehidupan orang dewasa pada zaman sekarang. Seolah-olah mereka belum "dewasa". Mereka seperti anak-anak yang cepat bosan dan kurang bertanggung jawab. Mereka tidak menganggap suci pernikahan itu. Mereka hanya menganggap seperti sebuah permainan. Aku sakit hati banget ngelihat masalah yang hardcore seperti ini.

Aku juga takut, bagaimana klo nanti aku menikah? Akankah nasibku juga sama dengan manusia yang lain, yang berakhir dengan pernikahan? Memang setiap pernikahan tidak bisa dielakkan dari permasalahan dalam keluarga. Tapi bisakah aku dengan pasanganku nanti menghadapi setiap masalah yang akan menimpa bersama-sama?

Tapi aku percaya, kami pasti akan bisa menghadapinya.

Kamis, 28 April 2011

Amplop Nasib

Adek-adekku yang kelas 3 SMA udah kelar ujian. Wow, jadi rindu masa-masa itu. Masa-masa dimana para siswa satu per satu keluar dari ruang ujian dengan wajah yang seolah-olah sedang berada diantara pintu neraka dan pintu sorga. Kayak aku dulu. Ini ingatanku.

Hari selesainya ujian.

Aku emang lega karena akhirnya ujian ini selesai juga. Tapi rasa gugup di jantungku belum hilang sepenuhnya karena masih menunggu hasil ujian. Hasil yang menentukan apakah kita akan maju selangkah lagi untuk mencapai cita-cita atau malah menjadi juara bertahan.

Suasana menjelang pengumuman aku dan teman-temanku yang otaknya udah agak bocor, mencoba membuat kata-kata LULUS dengan diri kami seperti yang sering di lakukan oleh cheers. Cool. Tapi sayangnya kami hanya terlihat seperti siswa-siswa yang gagal menjalani masa pubertas.

L-U-L-U-S!!


Hari eksekusi.

Akhirnya, hari yang dinanti telah tiba. Kami semua berbaris dengan tidak rapi di depan ruang guru. Hari ini tidak ada siswa yang mencoba untuk membolos. Semuanya hadir. Namun tiba-tiba hari mendung, dan hujan turun ke bumi. Di awali dengan rintik-rintik yang sedikit demi sedikit bertambah deras. Semua siswa yang tadinya berbaris tidak rapi di depan ruang guru sekarang telah berdesak-desakan di koridor ruang guru. Jadilah ruangan itu penuh dengan bau keringat para siswa. Sumpek banget.

Aku pun sebenarnya tidak tahan dengan keadaan itu. Tapi di luar hujan, dan hasil ujian belum di umumkan. Pasrah aja deh.

Satu per satu nama siswa di panggil oleh guru dan di berikan amplop putih. Amplop nasib, yang menentukan langkah kita. Beberapa siswa yang telah membukanya berteriak kesenangan. Ada yang meloncat-loncat, ada juga yang berteriak kencang-kencang. Sedangkan beberapa siswa hanya diam saja, dengan muka yang biasa-biasa saja. Entah itu karena dia sudah memprediksi bahwa dia pasti lulus, atau karena dia menjadi juara bertahan.

Seperti ketika namaku di panggil oleh guru. Jantungku langsung berdetak sangat kencang. Seluruh badanku merinding. Wow! Pikirku. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Ketika guru itu memberikan amplop itu kepadaku, aku menerimanya dengan tangan yang gemetar. Aku gak berani membukanya.

Ya, aku takut. Sempat terpikir olehku untuk membawa pulang amplop itu dan membakarnya, sehingga aku tidak akan pernah mengetahui isinya. Mungkin dengan tidak mengetahui isinya, aku akan terlepas dari keadaan yang tidak aku inginkan.

Tapi. . .

Tapi kemudian aku berpikir, aku bukanlah pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan hidup. Teman-temanku saja langsung membuka amplop nasib, kenapa aku tidak? Bagaimana aku bisa melangkah maju ke depan bila hanya membukanya saja aku tidak berani?

Aku mencoba kumpulkan keberanianku. Sedikit demi sedikit, kubuka amplop salan itu. Seperti slow motion, semuanya terasa begitu lama. Melambat. Semakin melambat. Seolah-olah kecepatan cahaya sebanding dengan kecepatan kura-kura. Sangat lambat.

Sampai akhirnya, nasibku selanjutnya hanya tinggal berada di balik lipatan kertas putih. Sedikit lagi. Ku buka. . .

L-U-L-U-S!!!

Aku berlari menembus hujan. Aku berteriak sekencang-kencangnya. YES!!! Aku terlihat seperti banci yang baru pertama kali mendapatkan langganan. No problem, sing penting aku wes LULUS!! Aku langsung menelpon dia, karena dia juga sedang menerima amplop nasib.

Tiba-tiba dia pun menerobos hujan dan berlari mendekati aku. Dia memeluk aku dan berteriak, "Aku LULUS!!" Aku yang sedang senang sekali, merasa seperti pucuk di cinta, ulam pun tiba. Atau sudah jatuh tertimpa tangga, tapi dalam artian positif.

Akhirnya, kerja kerasku tercapai.

Rabu, 27 April 2011

TA-mania

Hari ini aku ketemu dengan dosen baru. Cewek. Yah, lumayanlah (aku gak berani bilang jelek, takut nilai dikurangin). Dia berkacamata, gigi gak rata, bibir melebar ke samping, dan berjalan kayak supermodel. Mirip kayak aligator berkacamata yang gagal tes menjadi model.

Caranya mengajar jauh lebih enak dari dosenku yang dulu. Klo dosenku dulu mengajar dengan cara mempersentasi slide berbahasa inggris, tapi dengan kalimat penjelasan yang kadang tidak terselesaikan kayak orang gagal menterjemahkan bahasa inggris tersebut. Kayak orang bingung lah.

Sedangkan dosenku yang sekarang mengajarnya sama aja, dengan mempresentasi slide. Tapi slidenya berbahasa Indonesia, dan kalimat penjelasannya pun enak buat diterima oleh telingaku. Dia menjelaskan segala sesuatu sampai sedetil-detilnya. Walaupun terkadang telingaku berdarah-darah karena mendengar penjelasannya yang terlalu panjang.

Selain daripada itu, semuanya enak-enak aja.

Dia juga bilang klo selama dia mengajar, tidak jadi masalah seandainya ada yang gak pengen hadir dalam perkuliahannya. Yang penting absensinya tetap terisi, karena salah satu syarat mutlak mengikuti ujian adalah persentase kehadiran harus 75%. Klo di bawah 75%, otomatis gak boleh mengikuti ujian. Anyway, ngapain juga aku ngejelasin hal ini. Anak SD aja paham kok!

Nah, kebijakan yang keluar dari mulut Bu Dosen Aligator ini tentu saja sangat menyenangkan bagi mahasiswa penganut "TA-mania". Mereka bisa dengan bebas mendeklarasikan kemerdekaan membolos di perkuliahannya Bu Dosen Aligator. Agar absensi mereka tetap ada, mereka bakal minta tolong teman buat meniru dan mengisi tanda tangan mereka di absensi. Gila, kreatif banget kan? Inilah kekreatifan yang disalah gunakan.

Kayaknya te-a ini sudah umum terjadi di kampus. Soalnya banyak dosen yang gak heran bila mengetahui ada tanda tangan tanpa jiwa di perkuliahan. Tanda tangannya ada, tapi orangnya entah hilang kemana. Bagaikan raib di makan bumi. Bagaikan disembunyikan hantu. Bagaikan kacang lupa kulitnya.

Oke, perumpamaan yang terakhir emang gak nyambung.

Aku, sebagai mahasiswa buangan yang teladan, tidak setuju dengan kebiasaan jelek ini. Memang sih aku pernah juga mengalaminya, tapi itu juga hanya dalam keadaan terpaksa. Keadaan terpaksa yang bagaimana? Contohnya : Aku lagi malas kuliah (hehehe, sama aja kali ya).

Tapi serius, aku jarang banget TA. Soalnya aku mikir, aku kan sudah bayar mahal-mahal buat masuk kuliah ini, atau dalam ungkapan lainnya, akulah yang membayar dosen buat mengajar. Masa aku gak datang di kuliah yang dosennya aku biayain sendiri. Kan rugi banget tuh.

Beda klo kayak di SD atau SMP, dimana semua biaya sekolah sudah dibayar pemerintah dengan program BOS. Kita gak bakalan rugi secara materi, paling cuman gak lulus UN (makanya jangan membolos dari sekolah bila ingin lulus).

Aku tidak ingin mempermalukan ortuku yang sudah jauh-jauh mengirim aku merantau menyeberang laut. Aku ingin menggapai cita-citaku.

Aku, tidak ingin menangis menyesal di masa yang akan datang, karena kemalasanku di masa sekarang.

"The reverent and worshipful fear of the Lord is the beginning and the principal and choice part of knowledge [its starting point and its essence]; but fools despise skillful and godly Wisdom, instruction, and discipline." -- Bible [Proverb 1 :7]

Selasa, 26 April 2011

Keluarga Sawal : The Brothers

Anak cowok dalam keluarga Sawal ada dua, yaitu adikku dan aku.

Rizky (Aku)

Si Kacung
Ehm. . .Ehm. . .EHM!!! (Maaf, lagi kena radang ketek).

Rizky (baca : aku) adalah anak buangan yang sedang labil. Tidak ada anak yang lebih labil dari dia. Bahkan seluruh keluarganya pun dibuat takjub dengan keberadaan sang penjahat daki ini. Dia sering membuat onar di rumah dengan nyanyiannya yang dia anggap keren, padahal cemen banget.

Selain nakal, dia juga malas dan jarang mandi. Alasannya sih takut gantengnya luntur. Pokoknya bisa ditebak, klo dia bangun tidur lewat jam 9 pagi, pasti gak bakalan mandi. Makanya badannya panuan. Tapi akhir-akhir ini dia pengen berubah. Pengen lebih ganteng katanya. Ajaib.

Dia tipe orang yang terlalu menganggap remeh segala sesuatu. Kemampuan olahraganya dibawah rata-rata. Kemampuan akademiknya dibawah rata-rata. Cuman kemampuan ngupil doank yang the best. Jadi intinya, dia ini the best losser.

Dia ngakunya pendiam, ga banyak omong, dan gaul. Tentu saja ini berkebalikan dengan kenyataannya yang gak bisa diam, sering heboh sendiri, dan cupu. Pernah ketika dia dan teman-temannya ngumpul ngomongin soal otomotif, dia cuman bisa ngelongo sambil sekali-kali mengangguk tanda ngerti, padahal  gak nyambung.



Aldo

Mirip keteknya Demian
Ini adekku, Aldo. Iya, beda bangetkan sama aku? Secara aku kan ganteng sedangkan dia cemen (padahal...). Aldo yang paling hitam dalam keluarga kami. Kenapa dia hitam? Karena dia orangnya dekil. Suka ngupil juga. Tapi beda dengan aku, walaupun sama-sama suka ngupil. Klo Aldo habis ngupil langsung dimakan. Klo aku gak bakalan segitunya. Paling cuman aku mainin bentar, habis itu langsung kubuang.

Selain itu Aldo juga anak yang paling manja. Iya, dia paling gak bisa pisah sama Mama. Kemanapun Mama aku pergi, dia pasti ikut di belakang kayak ekor kuda. Bedanya sama ekor kuda, dia bisa ngupil. Klo ekor kuda kan gak bisa ngupil.

Aldo sekarang kelas 2 SMP. Sekolahnya sama kayak aku dulu, SMP Negeri 1 Tamiang Layang. Tidak ada yang istimewa dari nilai akademiknya.

Aldo suka olahraga, sulap, main game online, dan main Yoyo. Dia gak suka baca buku, apalagi belajar. Dia paling takut sama yang namanya hantu. Emang sih banyak orang takut sama hantu, tapi kayaknya dia terlalu  lebay. Maklum, anak ABG, Alay Baru Gosong, yang sedang mencari jati diri.

Pernah suatu malam, dia tidur di kamarku. Aku lagi asyik main Playstation sampe larut malam. Tiba-tiba Aldo bangun dan kepengen pipis. Dia ngomong sama aku, "Ky, temanin aku kencing donk!"

"Males, kencing aja sana sendiri! Gak bakalan ada kuntilanak tanpa kepala dengan luka disekujur tubuhnya yang bakalan gangguin kamu!" Aku mencoba memberanikan dia.

Akhirnya Aldo keluar kamar sambil berlari. Kukira dia bakalan langsung ke WC, tapi ternyata dia mengetok-ngetok pintu kamar Mama sambil setengah berteriak, "Ma, Mama, temanin aku kencing donk."

Misi membuat adekku berani kencing sendiri di tengah malam : GAGAL.

***

Nah, sudah aku tepati janjiku buat ngenalin kalian ke keluarga Sawal. Gimana pendapat kalian tentang keluarga aku? Aneh? Gak apa-apa kok, aku maklum aja. Tapi aku tetap ganteng kan? Gak? Tegaaa. . .

Klo menurut aku pribadi, tidak ada keluarga yang lebih membuat aku selalu bahagia selain keluargaku. Semua kekurangan salah satu anggota dalam keluargaku ditutupi oleh anggota keluarga yang lain. Kayak kekurangan adekku Aldo yang paling manja, ditutupi oleh kakakku Cici yang paling rajin. Kekuranganku yang labil, ditutupi oleh semua anggota keluargaku yang normal. Kompak bangetkan?

“The happiest moments of my life have been the few which I have passed at home in the bosom of my family.” —Thomas Jefferson, third President of the United States

Senin, 25 April 2011

Keluarga Sawal : My Sisters Is My Keeper

NEXT!!

Ortu aku punya dua ekor anak cewek dan dua ekor anak cowok. Dimana dua ekor cewek ini adalah yang paling tua di antara kami, dan dua ekor cowok adalah yang paling muda. Jadi, aku punya dua ekor kakak perempuan dan satu ekor adik cowok. Ngerti? Gak? Oke aku ulangin deh. Orang tua kami punya dua ekor...

Jadi kali ini aku pengen ceritain tentang dua ekor kakak perempuanku dulu. Check this out!!

Cici

Awas, flu babi!
Ini dia, kakak aku yang paling tua. Sekaligus yang paling pendek juga  *langsung dikejar pake sapu. Ciri-cirinya sih pendek, alis panjang, bola mata agak keluar, dan berponi rata kayak kuda. Jadi klo di lihat sekilas, mirip Dora habis dihajar sama si Boot *ampun Ka Cici.

Sudah menikah dan punya dua anak. Nama anaknya Joshua dan Rio. Dan kedua keponakanku ini sangat nakal. Aku ulangi, sangat nakal. Bayangin aja, apa pun yang mereka pegang pasti dimakan. Entah itu sendok, garpu, atau mangkuk. Bukan cuman itu saja, mereka juga hyperaktive. Klo sampai aku sendirian yang ngurus mereka, aku jamin hidupku bakal kayak di neraka!




Jejen

Mirip buronan ragunan
Kakakku yang satu ini baru aja menikah. Dan aku, dengan sangat terpaksa, tidak bisa menghadiri acara pernikahannya karena jadwalnya bertabrakan sama jadwal UTSku. Ceritanya gini, kemarin jadwal nikahnya sedang nyebrang jalan, tiba-tiba jadwal UTSku yang kala itu mengendarai mobil sambil ngantuk menabrak jadwal nikahnya. Makanya aku jadi bingung sendiri kayak gini. Gak ngerti? Diulangin? Ga usah? Yo wes! Aku ga maksa kok.

Ciri-cirinya berbadan gemuk yang klo diperhatikan gak seimbang sama tinggi badannya, berambut panjang, tampil modis, dan bila lewat di depan kita, akan tercium bau balsam otot geliga di campur dengan minyak kayu putih caplang. Bila dibandingkan, mirip dengan Sherina Munaf yang habis dipompa sama kompresor.




Sejak kecil aku sepertinya selalu dijaga oleh kedua kakakku ini. Ini tentu bertentangan dengan gaya hidupku yang serba ingin hyperactive dan ingin bebas. Jadinya sering banget terjadi perang bersaudara di rumah kami, dimana aku berjuang ingin keluar rumah, sedangkan kakak-kakakku berusaha sekuat tenaga buat nahan aku. Senjataku cuman dorongan tubuhku, dan kedua kakakku memakai cubitan, jeweran, dan semua senjata yang bisa dipakai untuk menghentikan aku. Ini pertarungan yang gak fair banget, masak dua orang dewasa ngelawan satu anak ingusan yang hanya ingin merasakan kebebasan menjelajah dunia luar. makanya aku sering gak berhasil buat keluar rumah.

Tapi klo dipikir-pikir sekarang, kakak-kakakku sebenarnya melakukan semua itu demi aku. Mereka pengen ngelindungin aku. Gila, dalam banget kan? Iya, aku aja sampe mewek. Bukan, bukan mewek gara-gara perhatian mereka, tapi karena kiriman bulanan belum datang nih. Ngaret makan terus nih.

Yeah, My Sisters Is My Keeper.

Minggu, 24 April 2011

Keluarga Sawal : Stop! Or My Mom Will Shot!

Okay, yesterday I was writing about My Apap (rancu banget ya klo di gabung ma english). And now, My Mom turn!

Mama

Agen FBI, Mrs. Sawal

Just one think yang bisa aku katakan tentang Mama aku. She is very diligent! Ya, paling rajin diantara seluruh keluargaku. Bayangin aja, sebelum ada yang membantu di rumah kami, biasanya si Mama udah bangun jam empat subuh buat nyuci, masak, dan ngebersihin rumah. Aku? Masih mimpi ciuman sama Zooey Deschanel (maaf ya penggemar Zooey Deschanel, aku tahu kalian ga rela).

Pokoknya beliau adalah sosok pekerja keras. Setelah subuh-subuh ngurusin rumah, jam tujuh pagi Mama pergi kerja dan biasanya pulang jam satu siang. Terus langsung ngurusin rumah lagi. Pokoknya seharian Mama selalu ngurusin rumah dan keluarga kami. Gimana, rajin banget kan??

Tapi sekarang sudah ada yang membantu Mama aku buat ngurusin rumah. Lumayan, ngurangin pekerjaan Mama yang aku rasa terlalu keras bekerja.

Pernah suatu ketika seorang temanku pertama kali ngelihat Mamaku, dia nanya ke aku, "Eh, itu siapa?"

"Mama aku, emang kenapa?"

Dia mengernyitkan dahi, mirip Raul Lemos yang dahinya kena radiasi ultraviolet. Terus dia ngomong, "Kok masih kayak SMA ya?"

Aku kaget. Masih kayak SMA? Fantastik. Hanya ada dua kemungkinan kenapa temanku bilang kayak gitu : 1) Efek radiasi ultravioletnya sudah mulai merambah ke mata dan otaknya sehingga menyebabkan kesalahan visualisasi, atau 2) Dia bersekolah di SMA yang semua siswinya terdiri dari ibu-ibu memakai rok mini.

Beside that, Mama aku juga orangnya sangat hemat (baca : pelit). Mungkin karena Mama yang memegang kas keluarga, makanya lebih tegas terhadap uang. Jadi, klo pergi sama Mama, semua biaya kayak transportasi, makan, dan penginapan pasti cari yang murah-murah. Beda banget kayak Papa yang selalu mementingkan kualitas dan berani bayar mahal.

So, My Mom is very care to our family.

Sabtu, 23 April 2011

Keluarga Sawal : The Big Daddy

Seperti janjiku kemarin yang sudah ku ikrarkan dengan jari kelingking (imut banget janjinya), aku bakal nulis tentang keluargaku. Marga dari keluargaku adalah Sawal. Kenapa Sawal? Karena kami semua lahir dibulan Sawal. Enggak lah.

Aku ga tahu kenapa nama marga kami Sawal. Soalnya sudah ada semenjak zaman Kakek dan Nenekku masih pacaran. Aku ngebayangin gimana mereka dulu pacaran. Keadaannya kayak gini : Kakek sedang berperang melawan belanda, tiba-tiba Nenek berlari ke tengah pertempuran sambil berteriak, "Sudah, HENTIKAN PERANG INI!" Kakek berlari ke arah Nenek, sedangkan tentara Belanda terus menembaki mereka berdua. Kemudian seperti di MVC 21 Guns-nya Greenday, mereka berciuman ditengah hujan peluru. Akhirnya tentara belanda yang ngelihat kejadian sinetron banget ini menjadi trauma secara psikologis dan fisik hingga mencongkel mata mereka sendiri. FANTASTIK.

***

Sebelum imajinasiku mulai menghipnotis, lebih baik kita ngebahas tentang Papa aku.

Apap

Mirip Adam Levine
Ya, ini Papa aku. Panggilan untuk Papa dalam keluarga kami adalah Apap. Kenapa Apap? Aku gak tahu. Pokoknya sejak aku kecil sudah diajarin buat manggil Apap. Kakak-kakakku juga kayak gitu. Makanya aku meneladani mereka. Tidak, klo mereka makan pisang sambil manjat tiang listrik, aku gak bakal niru mereka.

Papaku (baca : Apap) ini baik banget sama aku. Dulu pernah waktu SD, aku pura-pura sakit karena malas sekolah. Aku dengan muka manja (yang pada kenyataannya mirip orang nahan berak selama 5 bulan) minta dibeliin Nintendo sama Papa. Karena kasihan ngelihat mukaku yang kayak gini, dia langsung mengabulkan permintaanku. Besoknya, aku sakit beneran.

Tetapi Papa orangnya juga tegas. Tidak jarang aku kena gampar apabila aku nakal. Tapi itu cuman apabila nakalku berlebihan. Misalnya : mecahin piring, makan beling, mau bunuh adik (ini nakal atau gila sih?).

Pokoknya Papaku baik banget orangnya.
(Owh ya, baru kepikiran. Mungkin Apap itu kebalikan dari Papa kali ya. Maksa banget? Ya udah, gak apa-apa. Tapi awas lho ya klo kalian niru! This special calling is just for my family!)

See you in the next posting, still about My Family.

Jumat, 22 April 2011

Keluargaku

Beberapa hari yang lalu di facebookku (http://www.facebook.com/Arizk3r3n) ada cewek ngirim pesan. Cantik sih. Tapi kayaknya baru punya ef-be. Soalnya pertemanannya dikit banget. Biasanya kan klo cewek cantik tuh pertemanannya bisa sampe ribuan. Beda sama cowok, kayak aku, paling mentok cuman lima ratusan. Makanya mirip sama monyet yang ada di uang lembar lima ratusan.

Dari obrolan kami melalui pesan facebook, aku jadi tahu kalau ternyata dia itu kakak sepupuku. Ya, kakak. Soalnya dia dua tahun lebih tua dari aku. Dia juga bilang belum pernah ketemu aku. Terakhir ketemu saat dia kelas satu SD (berarti pernah ketemu donk). Wow, berarti aku masih TK donk. Masih ingusan. Semoga aja dia gak pernah lihat aku ngeden di celana. Kan gak asyik klo pas ketemu nanti, dia bilang, "Hei Rizky, apa kabar? Gimana keadaan kamu sekarang? Masih eek di celana?"

Pikiran pertama dalam otakku pas tahu klo dia sepupuku, 'Kok dia cantik banget ya?' Beda banget sama aku yang punya muka gini-gini aja. Aku heran, klo diingat-ingat semua saudara-saudaraku cakep semua. Gak ada yang cacat secara fisik dan mental kayak aku. Seolah-olah aku mempunyai kelainan genetik.

Pikiranku yang kedua, 'Kok aku jelek banget ya?'

Aku terdiam.

***

Jujur, dulu aku ngerasa gak terlalu dekat sama keluargaku. Dan gak pengen ngedeketin. Soalnya bosan sih, tiap hari ketemu mulu. Tapi sekarang, malah kangen luar biasa sama mereka. Memang, terkadang kita baru bisa menghargai sesuatu apabila sesuatu itu sudah tidak ada lagi. Kayak aku. Pas udah jauh dari orangtua, baru merasa memerlukan mereka.

Coblos no. 3!!
Aku adalah anggota keluarga yang paling tidak terkenal. Soalnya klo ada orang ke rumah, yang mereka cari biasanya Mamah Aldo, Papah Cici, atau Papah Jejen. Ga pernah orang nyari Papah Rizky, atau Mamah Rizky. Yang ada juga orang bilang, "Rizky? Pembantu baru ya?" Biasanya klo udah gini, aku langsung duduk meratap nasib di sudut kamar.

Pada postingan yang akan datang aku bakal ngebahas tentang keluargaku satu per satu. Sampai tuntas.

Kamis, 21 April 2011

My Room Is Not Rabbit Corral

Akhirnya UTS kelar juga. Setelah beberapa hari bertempur dengan seluruh jiwa dan raga, hari ini aku bisa beristirahat dengan tenang. Anak-anak kampus terlihat keluar ruangan ujian satu per satu dengan muka senang, entah karena tadi mampu menyelesaikan soal atau karena kesenangan yang lain. Aku, tentu saja, senang karena akhirnya neraka ini berakhir juga. Seolah-olah aku sudah mendambakan saat-saat ini sejak aku masih ada dalam kandungan.

Nah sekarang, kegiatan apa yang mau aku lakukan? Like U know, setiap habis ujian pasti ada yang namanya liburan. Akhirnya ketika aku balik ke kos, aku mendapati sebuah kegiatan yang harus aku lakukan : Membersihkan kamar. Yup, kamarku hancur banget. Kandang kelinci sebelah kos aja kalah hancur.

Ini gara-gara ujian yang membuat aku stres dan sibuk sehingga gak punya waktu untuk membersihkan kamar (menyalahkan ujian). Masih dalam posisi terdiam di depan pintu, aku mikir, 'Gila, ada topan turun di kamarku'. Dan untuk kedua kalinya, kamarku hancur banget.

Sebagai cowok, kamar berantakan itu kayaknya udah biasa. Bahkan kata temanku, "Klo kamar kamu ga berantakan, berarti bukan kamar cowok." Kemudian aku mikir, berarti ga usah aja donk aku bersihin kamarku. Takut aja klo ntar kamarku bersih, dibilang bencong. Trus disunat rame-rame sama masyarakat.

Tapi akhirnya aku tetap harus membersihkan kamar. Bukannya karena aku bencong yang punya bibir mencong mirip kedondong, tapi lebih disebabkan oleh bau kamarku yang bikin aku ilfil sendiri. Bayangin aja, bau pakaian gak dicuci satu minggu, bau obat nyamuk Hit elektrik, bau parfum Casablanca serta bau kaos kaki, semua bercampur menjadi satu. Mungkin kecoa aja gak betah nyium baunya.

Untuk ketiga kalinya : Kamarku hancur banget


Jadi klo nanti kalian menemukan aku tewas dengan hidung yang berwarna ungu, kalian tahu penyebabnya. Dan disarankan agar menggunakan masker pelindung serta pakaian anti radioaktif bila pengen masuk ke kamarku (gila, serasa berada dalam reaktor nuklir).

Huft, aku bakalan cape banget nih. . .

Rabu, 20 April 2011

Gagal Sombong

Akhir-akhir ini aku stres berat. Gara-gara banyak ujian, freetest, dan tugas. Bayangin aja, seminggu penuh ujian, diselingi dengan beberapa freetest dan laporan yang harus dikumpul pada hari yang bersamaan. Capeknya bukan main. Apalagi bila ada kegiatan kayak main badminton atau bahasa pornonya "bulu-tangkis".

Aku ga tahu kenapa dinamakan bulu-tangkis. Mungkin karena bolanya yang terbuat dari bulu pantat ayam itu (kadang aku geli juga megangnya) yang lalu dimainkan dengan cara "menangkis". Mungkin aja. Tapi nama lainnya badminton itu kayaknya ga ada hubungan apa-apa sama bulu pantat ayam dan menangkis. And just for your information, bolanya itu dinamakan dengan shuttlecock. Ini semakin menguatkan kemungkinan kebenaran teoriku, yang bila digabung akan menjadi "Bola Bulu Pantat Ayam Ditangkis Bolak-balik".

Apakah aku bisa main badminton ? (aku ngeri pake nama bulu-tangkis, takut kena tuntut lembaga sensor indonesia).

Jawabannya : bisa. Tapi sampai mana batas kebisaanku, cuman sampai dengkulnya ikan lele.

Awalnya aku pikir 'Halah, mainan anak kecil kayak gini. GAMPANG! Tinggal pukul kanan pukul kiri aja udah menang.' Tapi dari yang awalnya "pukul kanan pukul kiri" berubah menjadi "kejar bola ke kanan kejar bola ke kiri". Kampret.

Apalagi klo aku backhand dengan kekuatan banci-ga-makan-lima-bulan, bolanya pasti melayang tinggi di depan musuh. Dan hasilnya bisa ditebak, musuh ngeluarin jurus SMASH kencang yang klo kena kepalaku bisa bikin koma empat puluh hari. Ga adil banget kan? Untung aja aku ga joget-joget kayak boyband di TV.

Apalagi klo yang jadi lawanku yang sudah senior. Keadaannya kayak gajah ngelawan semut-cacat-buntung-empat-kaki. Yang terjadi adalah aku sering diakal-akalin sama musuh kampretku itu. Seperti ini :

Aku servis. Dia pukul kencang jauh ke kiri belakang. Aku lari dengan sekuat tenaga, kemudian memukul dengan kekuatan banci ke tengah. Dia pukul pelan ke kanan depan. Masuk. Poinku 5, poinnya 21. Game over. Aku nangis sambil loncat-loncat (namanya juga orang merajuk).

Ngeselin banget kan? Karena ga terima kalah, aku mulai sok-sokan nantangin pemain lainnya sebanyak tiga kali pertandingan. Hasilnya : kalah mengenaskan. Keinginanku untuk sombong gagal total.

Keesokan paginya, pas bangun tidur. Badanku sakit semua.

Sabtu, 16 April 2011

Guru Tendang Berdiri, Murid Takut Berlari

Sejak kecil aku paling suka pelajaran Matematika. Yup, walau mukaku kayak pantat setan, tapi aku memiliki kelebihan yang orang lain jarang punya. Mungkin ini juga penyebab aku lebih suka cara belajar yang pakai logika daripada hapalan. Klo belajar dengan cara menghapal, entah kenapa ingatanku kayaknya cekak baget. Tapi klo ngomongin soal logika, I won’t lose.

Sewaktu SD, dua ekor kakakku yang semuanya cewek (iya, ga ada yang banci) sering mengajari aku apabila ada PR Matematika. Maklum, mereka udah SMP dan SMA waktu itu. Alhasil, ilmu mereka sudah kusedot habis-habisan. Setelah selesai kusedot, aku jadi sombong. Kupikir kan udah kusedot habis tuh ilmu kakak-kakakku yang udah SMP dan SMA, ngapain belajar buat ulangan harian besok. Pelajaran SD mah, GAMPANG! Kecil kayak upil yang nyangkut disela-sela gigi (habis makan upil ya?).

Keesokan harinya, ulangan harianku dapat nol besar dengan mata dua dan satu mulut tersenyum menyiksa yang digambar oleh teman sablengku, Kris. Sedangkan Akbar ketawa terbahak-bahak. Dari peristiwa ini aku belajar, aku harus menggambar semua nilai nolku dengan dua mata dan satu mulut.

Pokoknya, aku selalu merasa unggul klo masalah hitung menghitung. Teman-teman juga sering belajar dariku apabila ada pe-er. Hanya saja cara belajar mereka sangat unik. Unik sekali. Cara belajar mereka yaitu dengan membiarkan aku menjawab soalnya, kemudian mereka menyalin semuanya kedalam buku mereka. Hasilnya sungguh mengagumkan, mereka selalu dapat nilai yang sama dengan aku. Efektif banget kan? Mungkin suatu saat aku akan meniru cara super kreatif ini dan menerapkannya ketika ulangan. Keren.


Mungkin sudah menjadi opini masyarakat klo yang namanya guru matematika itu pasti killer. Tapi aku ga setuju. Soalnya selama aku menuntut ilmu di SDN 3 Tamiang Layang, ga pernah tuh ketemu guru yang galak. Baik banget malah. Berkat merekalah pelajaran jadi lancar banget masuk ke telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. Kesal juga ngelihat guru kesayanganku dikata-katain begitu. Pengen banget rasanya teriak-teriak di tengah jalan, “GURU MATEMATIKA JUGA MANUSIA!!” Tapi aku simpan dalam hati aja niat baik tersebut. Takut dikira orang gila. Dan juga takut ditabrak mobil yang supirnya kebelet sangat karena udah nahan pipis selama tujuh hari tujuh malam. Akhirnya aku bisik-bisik aja pada semut dalam lemari, “Guru matematika juga manusia lho.”

Tapi pembelaanku itu hancur ketika menginjak kelas dua SMP. Pembelaan yang sudah kuperjuangkan bertahun-tahun dengan menyucurkan darah dan keringat serta jiwa dan raga, luluh lantak hanya dengan satu kali pertemuan. Yaitu pada saat pertemuan kedua mata pelajaran matematika. Soalnya pas pertemuan pertama aku ga bisa hadir berhubung ada keperluan bisnis dengan presiden (bohong lu!), jadi aku menambah hari libur sendiri selama satu minggu (halaahhh, bilang aja malas). Teman-temanku sudah wanti-wanti sebelumnya, tapi aku ga percaya. Soalnya aku bersikukuh dengan prinsip perjuanganku, GURU MATEMATIKA GA GALAK.

Hari ini pelajaran matematika. Aku dengan semangat empat-lima pergi ke sekolah tercinta dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan aku ketemu dua sahabat kecilku, Akbar dan Kris.

“Gila Ky, guru matematika kita killer banget!!” Akbar ngomong ke aku. Dia ini teman sekelasku.

“Iya, Kerjaannya marah-marah melulu. Masa ngelihat lalat terbang aja ga boleh. Siapa tahu kan tuh lalat spesies baru, trus aku terkenal karena menemukannya. Nama latinnya nanti akan kubuat Krislalatus gantengnikus.” Tambah Kris. Aku ama dia emang beda kelas, tapi gurunya sama.

Aku tertarik, “Ah, masa sih. Mana lalatnya?Aku pengen lihat.”

“Woy, kita bukan ngebahas tentang lalat. Memang sih lalatnya agak aneh gitu. Aku juga ntar pengen lihat. Tapi bukan itu yang harus kita bahas sekarang. Permasalahannya sekarang GURU MATEMATIKA KITA KILLER BANGET!” Akbar mencoba mengembalikan perhatian kami.

“Owh iya. Masa sih guru matematika galak?“ Aku mulai nyambung.

“Iya lho. Kemarin aja pas Bapaknya masuk, langsung kena semprot hujan lokal.”

“Heh, ga boleh ngejelek-jelekin orang lain, apalagi guru matematika.” Aku menoleh ke Kris, dia masih mencari nama yang tepat buat lalat spesies barunya. Kemudian aku ngomong lagi ke Akbar, “Aku sangat menjunjung tinggi posisi guru matematika. Guru matematika adalah idolaku, panutanku, pahlawanku, kekuatanku, bla…bla…bla…” aku masih terus ngoceh dengan berpuisi tentang seorang guru matematika. Akbar hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan seniman tak dianggap Sedangkan Kris masih terus mencari nama.


Sepuluh menit kedua berhadapan dengan guru matematika di kelas dua SMP. Badanku tegang. Posisi duduk tegak. Wajahku berkeringat, tapi tak berani ku usap. Jantungku berdetak keras. Ketakutan menjalar di seluruh syarafku. Masih terbayang sepuluh menit pertama tadi. Dimarahin habis-habisan oleh posisi dudukku yang ga tepat, posisi tangan yang tidak diatas meja, dan arah pandangan mataku yang berkeliaran kesana kemari. Dan disinilah aku sekarang, terdiam seperti robot yang memandang kaku ke papan tulis. HARUS KE PAPAN TULIS. Gerak dikit aja ga boleh. Ngelirik ke arah gurunya juga ga boleh (siapa juga yang sudi ngelihat dia).

Tersiksa diriku plus hancur kebanggaanku kepada guru matematika. Seperti anak kecil yang kecewa ketika tahu bahwa superheronya yang asli adalah banci. Kemudian dengan entengnya sang superhero ngomong, “Ike juga punya kelemahan kale.”

Akhirnya, selama satu semester penuh aku menjadi seratus persen kebalikan dari sang pembela guru matematika. Sekarang aku adalah sang pembenci guru matematika.


Pernah suatu hari karena gurunya telat masuk, anak-anak pada duduk di depan pintu. Sedangkan Akbar, karena dia ketua kelas dan hari itu dia piket, dia menyapu di depan pintu tersebut. Trus, tanpa sepengetahuan kami, ternyata bapak guru killer tersebut melihat ke kelas. Kemudian dengan wajah garang dia menelusuri koridor menuju kelas kami. Alhasil, anak-anak yang duduk di depan pintu kelabakan semua. Segera kami mengatur posisi duduk di tempat masing-masing untuk menyambut sang guru tersebut. Semua terdiam membisu menunggu masuknya sang pembunuh mental.

Pak guru masuk. Muka dipasang sekeras mungkin. Kemudian dia duduk memandangi kami satu persatu. Kami cuman bisa terdiam. Gugup. Keringat mengalir deras.

Dengan suara lantang, dia berkata, “Siapa yang tadi duduk di depan pintu?!”

Kami tetap diam. Pandangan lurus ke papan tulis. Ga berani ngelihat sumber suara.

Kemudian dia melanjutkan, “Sudah tahu jam masuk, kok masih pada keliaran diluar? Kalian pikir saya ga ngelihat apa tingkah laku kalian? Kayak ga pernah diajarin sopan santun aja! Ayo ngaku, siapa yang tadi duduk di depan pintu? Maju ke depan! Klo tidak, SAYA TIDAK AKAN PERNAH MENGAJAR DI KELAS INI LAGI!!!!”

YES!! Aku sempat bahagia sebentar, tapi siapa yang akan mengajar kami nantinya?

Kami tetap diam. Akhirnya dengan takut-takut, beberapa temanku maju ke depan, termasuk si Akbar. Dengan muka yang dipasang semarah mungkin, dia memandang satu per satu teman-temanku tersebut. Seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.

Tanpa Ba-bi-bu lagi, semua temanku itu dia tendang dibagian belakangnya. Satu per satu. Tanpa rasa kasihan, tanpa memikirkan bahwa kami hanyalah sekumpulan remaja yang sedang mencari jati diri, yang masih lemah baik secara fisik dan mental. Bisa aja kan setelah si guru menendang Akbar, mungkin Akbar akan terganggu kejiwaannya. Memang mungkin secara fisik Akbar bisa menahan rasa sakit kena tendang, tapi siapa yang tahu isi hatinya? Tapi untungnya hal itu tidak terjadi. Untung Akbar kuat secara fisik maupun secara mental.

Setelah dia menendang semua temanku yang malang itu, sepatunya terlepas dan melayang ke atas. Mungkin karena tendangannya yang terlalu bernapsu. Kemudian dia suruh mereka semua keluar. Tetapi temanku yag terakhir keluar kelas masih sempat merasakan “sepatu melayang” yang dilempar oleh sang guru. Kami semua cuman bisa terdiam melihat luapan kemarahannya. Tak ada yang berani ngomong. Tak ada yang berani protes. Memang rasa kesetiakawanan kami seperti mengalir deras dan ingin menuntut balas atas perbuatan yang semena-mena tersebut. Tapi apa daya yang bisa kami lakukan? Kami hanya sekumpulan anak ingusan yang berhadapan dengan amukan seekor banteng .


Bukan cuman sekali itu saja. Beberapa pertemuan selanjutnya, dia selalu mengajar dengan marah-marah. Bahkan pernah temanku kena marah cuman karena dia melihat pak guru. Akupun pernah kena amukannya.
Ceritanya gini. Waktu itu aku emang lagi kumat nakalnya. Maklum, sebagai anak yang superactive, aku memang ga bisa diam. Bawaannya pengen gerak mulu. Kemudian ketika sedang mengerjakan soal yang dia kasih, aku sedang bermain-main dengan penggaris Akbar. Ya, aku dan Akbar memang satu bangku. Karena sudah selesai dengan soal yang dikerjakan, aku cari-cari kerjaan gitu. Pas lagi asyik main-mainin penggaris, tiba-tiba secara tidak disengaja penggaris itu patah. Alhasil bunyinya nyaring banget.

Mendengar itu sang guru menatap aku, “Bunyi apa itu?”

Aku gugup. Ku jawab sekenanya, “Penggaris patah.”

Dia berjalan ke tempat dudukku. Dengan sangar dia berkata, “Kamu ngapain sih sebenarnya? Sekolah atau matahin penggaris? Sekolah itu yang benar!! Mana jawabanmu?!”.

Dengan mantap aku berikan jawabanku. Aku yakin banget klo jawabanku itu benar. Berharap dia akan bangga padaku, atau malah merasa bersalah. Tapi yang terjadi sebaliknya, DIA MALAH SEMAKIN MARAH!

Dia teriak di telingaku, “Ini jawaban apa? INI SALAH TAHU!” Sesaat kemudian kesepuluh jarinya yang besar sudah berada di leherku. Ya, aku dicekik. Aku digoncang-goncang, dan setelah itu dia teriak di telingaku lagi, “KAMU KELUAAARRR!!!”

Aku langsung lari keluar.


Dia tidak mengajar lagi. Dia sudah pindah tempat kerja.

Sekarang aku berpikir, apakah tipe guru seperti itu efektif dalam hal mengajar murid? aku yakin tidak. Karena aku pernah mengalaminya. Yang terjadi malah semua ilmu yang dia coba tranfer ke kami tertutupi oleh rasa takut yang berlebihan.

Tipe guru yang tepat zaman sekarang adalah guru yang bisa bersahabat bagi murid-muridnya, namun tetap tegas dalam disiplin.


Guru yang ideal. . .

Rabu, 06 April 2011

Masa-masa Offline Mode

Pernahkah kau merasa suram? 
Pernahkah kau merasa seperti kehilangan separuh jiwamu??
Bayangkan saat ketika tidak ada semangat dalam hidupmu, BAYANGKAN!!!
Kira-kira seperti itulah keadaanku saat ini. Kenapa?? Apakah karena diputusin pacar? Nilai jelek? Atau karena punya muka kayak ingus penguin?
Tidak. Klo cuman masalah kayak gitu sih aku masih bisa menghadapinya, kecuali yang muka kayak “ingus penguin” itu (klo benar mukaku kayak gitu,aku  langsung bundir gaya bebas). Tapi masalah yang sedang kuhadapi adalah masalah yang sangat luar biasa, mungkin adalah masalah terbesar dalam hidup manusia. Kehebohan kiamat 2012 pun bakalan kalah jauh. Ini menyangkut kepunahan manusia. Yaitu. . .MODEMKU RUSAK!!
F**K S**T!!!
Bayangkan, aku udah isi pulsanya, terus beli paket satu bulan. Eh, belum juga seminggu aku make, ternyata udah rusak. Langsung aja aku bawa ke bengkel modem. Pas nyampe di bengkel, ada mbak-mbak menyambutku dengan ramah banget. Jadi berasa kayak orang penting gitu.
“Selamat datang, ada masalah ya Mas?” Tanya si Mbak.
Si Mbak ini kok sok tahu banget ya. Padahal kan bisa aja aku datang kesitu mau pesan mie goreng, atau sekedar menengok saja. Atau jangan-jangan dia ini paranormal, makanya bisa tahu isi hati orang. “Iya nih Mbak, modemku rusak.”
“Rusak dimananya Mas?”
Pengen aku teriakin si Mbaknya ‘MANA AKU TAHU MBAK!!KLO TAHU JUGA AKU GA BAKALAN DATANG KESINI!!’ (maklum lagi emosi banget) tapi aku urungkan niat baik tersebut. Bukan takut diusir, tapi takut si Mbaknya malah ketawa ngelihat ada ingus penguin teriak. “Ga tahu nih Mbak, ga bisa terdeteksi di komputer.”
“Mana modemnya? Saya coba lihat dulu.”
Aku mengeluarkan modem dari tas bututku. Modem tersebut sudah aku buat dalam kotaknya seperti semula. Si Mbak sok tahu ini berkata lagi, “Masih ada garansinya ga?”
“Ada kok Mbak, tuh didalam kotak kartu garansinya.” Jawabku mantab.
“Mas kapan belinya?”
“Tanggal tujuh Januari kemarin Mbak!” Jawabanku semakin mantab.
“Dimana belinya?”
“Di toko sebelah kok Mbak!!” Aku mencari benda yang bisa dipukul ke kepala si Mbak supaya dia ga nanya-nanya lagi, tapi ga dapet.
“Owh, ya sudah. Modemnya tinggalin disini aja ya. Ntar klo udah selesai, kami akan beritahu via telepon. “
“OK deh Mbak!” Kataku lega. Akhirnya berakhir juga penginterogasian modem ini. Kasian modemku ditanya-tanya melulu, padahal kan dia ga tahu apa-apa. Setelah menuliskan nomor HP di Nota, aku langsung meninggalkan modemku tersayang di bengkel itu. Sempat khawatir juga sih, takut ntar modemku diapa-apain ama si Mbak tadi. Siapa yang tahu klo ternyata si Mbak itu “MODEMVORA”, sejenis makhluk yang suka makan modem hidup-hidup. Trus ntar modemku teriak-teriak manggil aku, ‘Tidakkk…Pemilikku, Tolong aku…AKU MAU DIMAKAN!’
Tiga hari berlalu. Masih belum ada telepon dari si Mbak modemvora. Hari-hariku bagaikan di neraka primitif, tanpa kehadiran modemku tersayang. Ga bisa facebook-an, Twitter-an (walaupun aku ga ngerti, yang penting punya twitter), dan yang paling menyakitkan ga bisa download-an.
Ya, aku adalah penganut ajaran ‘Download Terus Walaupun Quota Habis’. Mungkin akibat keserakahanku ini, Tuhan menghukum aku dengan mengkarantina diriku dari peradaban. Mungkin. Atau mungkin juga sebenarnya modemku ngambek disuruh kerja keras terus buat nyedot data-data dari dunia maya. Soalnya biasanya aku klo download tuh yang filenya gede-gede, bahkan sampai bergiga-giga.
Teknik yang kugunakan dalam mendownload juga sangat tidak berperikemodeman. Pokoknya setiap malam sebelum tidur, aku download sebuah file yang berukuran hampir satu giga. Terus aku tinggalin tidur aja, dan kuserahkan semuanya kepada modemku. Biasanya pas keesokan paginya file­-nya sudah terhidang sempurna, tinggal disantap.
Memang sih, aku bisa aja hotspot-an di kampus, kayak sekarang. Tapi akhir-akhir ini koneksinya lagi lelet banget. Jauh lebih lelet daripada modemku yang kehabisan quota. Mendownload pun lama banget. Bayangin, file tiga megabyte saja harus nunggu selama tiga puluh menit. Ga efektif banget kan?
Karena ga tahan lagi, akhirnya aku samperin lagi bengkel modem tersebut. Si Mbak modemvora menyambutku lagi. Kayaknya dia menunjukkan reaksi sedikit keheranan pas ngelihat aku. Mungkin dia bingung sama mukaku yang berubah drastis dari muka ingus penguin menjadi muka ingus penguin yang menderita selama tiga hari tanpa modem.
“Mau ngambil modem yang kemarin ya Mas?” Tanya si Mbak modemvora sok tahu lagi. Padahal kan bisa aja aku kesini cuman rekreasi doank, mendatangi tempat yang sudah membuat aku menderita selama tiga hari.
“Iya nih Mbak. Udah selesai atau belum?” Tanyaku balik.
“Aduh, maaf ya Mas. Modemnya kayaknya belum selesai deh.” Jawabnya dengan nada manja. Aku khawatir klo aja si Mbak nih sebenarnya penggemar gelapku. “Kan kemarin udah saya antar ke griya resminya , tapi belum ada kabar nih sampai sekarang. Mungkin dua atau tiga minggu lagi baru selesai. Pokoknya ntar saya hubungi Mas…bla…bla…bla…”
Aku sudah ga bisa mendengar kata-kata si Mbak modemvora sok tahu selanjutnya. Aku masih syok mendengar kata ‘dua atau tiga minggu lagi’. “Hahahahahaha, Mbak bercanda kan? Mbak ternyata lucu juga,” aku tertawa terpaksa.
“Saya ga bercanda Mas, saya serius.”
“Haha…Serius nih Mbak?”
“Iya Mas, saya serius!”
“Se…se…serius nih Mb…Mb…Mbak?” Tanyaku gemetar.
“IYA MAS, SAYA SERIUS!!”
Dunia serasa berputar cepat sekali. Mataku memandang ke cakrawala. Pikiranku kosong melompong. Hari-hariku bakal lebih gelap lagi.
Dan sampai sekarang, tidak ada telepon dari si Mbak.