Jumat, 23 Maret 2012

Menjadi Guru Les : Pertemuan 1

Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa nulis blog lagi. Jadi ceritanya aku udah balik ke Solo dan menjalani kehidupan mahasiswa yang sok sibuk.

Ditengah kehidupanku yang sok sibuk tersebut aku mencoba mencari penghasilan dengan jalan menjadi guru les privat. Sebenarnya aku sudah menjadi guru les sudah lama, yaitu sebulan sebelum aku pulang kampung.

Entah suara malaikat mana yang membisikkan aku untuk menjadi guru les. Mungkin pengaruh kegantenganku yang begitu rupa sehingga aku berpikir dapat mengajar seorang murid (yang pada kenyataannya mengajar diri sendiri saja tidak bisa).

Kebetulan ada temanku yang kenal dengan seorang agen pencari guru les. Jadi aku minta tolong untuk dicarikan seorang murid untuk diajar. Siapa saja. Akhirnya agennya setuju dan aku disuruh menunggu beberapa hari. Cihuy! Hatiku gembira, bunga-bunga mekar dengan indah, dan matahari bersinar dengan terang. Aku bersukacita!!

Beberapa hari kemudian aku dikabari oleh sang agen tersebut kalau ada lowongan untuk mengajar anak kelas 1 SMA. Yess!! Teriakku dalam hati. Akhirnya mimpi muliaku terwujud!!

Ternyata...

Kebahagiaanku hanya sesaat, seperti cinta yang diberikan harapan palsu (yah malah galau). Sang agen kemudian bilang kalau mata pelajaran yang harus aku berikan adalah matematika dan fisika sore itu juga. Ooowwwhhh TIDAAAKKK!!! Aku sebenarnya berharap bakalan mengajar mata pelajaran yang tingkat kesulitannya lumayan kayak Bahasa Indonesia, Sejarah, atau Ekonomi. Tapi kenapa MATEMATIKA??!! Kenapa FISIKA??!! Dua mata pelajaran yang tingkat kesulitannya sama kayak neraka jahanam, dan aku disuruh mengajarnya! Owh Tuhan, mungkin inilah cobaan yang sebenarnya.

Tapi aku sudah terlanjur mengiyakan dan aku juga gengsi menolak tawaran tersebut, ntar malah dikira otakku gak mampu (padahal kenyataannya memang seperti itu). Dengan modal nekad dan tanpa ada persiapan aku berangkat ke rumah murid pertamaku tersebut.

Pertama ketemu aku langsung kaget, ternyata muridku seorang cewek. Sebelumnya aku sudah dikasih tahu kalau namanya adalah Lintang. Tapi aku kira dia cowok. Sempat terlintas juga dipikiranku gimana kalau ternyata dia adalah Lintang yang main di film Laskar Pelangi dan namanya sering disebut-sebutin oleh band rock? Bukannya dia jenius berhitung? Yang ada bukannya aku mengajar sebagai guru, tapi malah aku jadi bahan tertawaan muridku. Untunglah bukan.

Dengan berlagak seperti seorang profesional, aku langsung berbasa-basi menanyakan kehidupan sekolahnya. Ternyata dia bersekolah disalah satu dapat sembilan, eh salah, disalah satu SMA yang lumayan bergengsi. Weis, encer juga otaknya. Entah gimana nasibku yang mengajar nih nanti. Apalagi anak SMA cewek tuh hobi bergosip, bisa-bisa aku jadi terkenal sebagai guru-les-yang-otaknya-gak-nyampe disekolahnya. Kan gak lucu banget.

Ditengah pembicaraan kami, ibu Lintang datang membawakan dua gelas teh hangat dan pisang. Melihat menu tersebut perasaanku langsung terasa aneh. Klo teh hangatnya sih gak ada masalah. Yang jadi masalah itu adalah pisangnya. Iya, PISANGNYA sodara-sodara sebangsa dan setanah air! Kok ibunya malah kasih pisang sih ke aku? Apakah segitu miripnya aku dengan mamalia berekor yang suka makan pisang tersebut? Kayaknya mata ibu tersebut sudah terlalu buta sampai gak bisa bedain antara orang-ganteng-yang-mirip-Edward-Cullen sama seekor monyet.

Tetapi karena aku baik hati maka aku cuekin pencemaran nama baik tersebut.

Setelah selesai PDKT (ciee), akhirnya kita mulai masuk ke pembicaraan yang lebih serius (apaan sih?). Dia mengeluarkan sebuah buku Fisika. Terlihat seperti sebuah kejadian biasa saja, tetapi ditahap inilah tantangan yang sebenarnya terjadi. Sedikit demi sedikit dia membuka satu persatu lembaran buku tersebut, dan ketika melihat isinya bikin aku mau muntah! Asal kalian tahu aja, isi bukunya itu bahasa inggris semua mamen!! Aku gak tahu artinya mamen., tapi sebuah buku Fisika berbahasa inggris itu sama aja kayak NERAKA JAHANAM PANGKAT 99999!!! Belum cukup dia membunuh aku dengan pelajaran Fisika dan Matematika, tapi dia juga masih menikam aku berkali-kali dengan buku Fisika berbahasa inggris. Keji banget!!

Aku mencoba menutup-nutupi perasaanku yang terkoyak-koyak ketika pertama kali melihat isi buku tersebut dengan tetap memasang wajah cool seperti seorang guru les profesional sungguhan. Aku membaca secara teliti satu persatu huruf yang tertera dibuku tersebut dan sumpah, aku gak ngerti! Tapi masih kupasang wajah halah-gini-aja-gak-bisa, padahal tanganku sudah mengepal keras seolah berkata "Kurobek-robek juga nih buku!!"

Selama satu jam lebih aku hanya diam dan membaca dengan cerdas (ceringat dingin asu) buku pembawa kematian tersebut sampai akhirnya waktu lesnya habis. Ini sebuah penganiayaan secara mental. Akhirnya setelah berpamitan dengan seisi rumahnya, aku pulang.

Pertemuan pertama hanya dihiasi dengan basa-basi dan diam membaca seolah sok tahu. Muridku juga gak berkomentar apa-apa. Aku berdoa semoga dia mengira aku sudah selesai mempelajari buku tersebut, hanya waktunya saja yang terbatas.

Yang aku gak tahu, setelah aku pulang dia ngomong sama ibunya, "Bu, kok guru lesku tadi tuh bego banget sih?"